Setiap anak mempunyai suatu keunikan, dan keunikan setiap anak berbeda-beda. Ada anak yang bersifat pendiam, pemarah, sabar, dan sebagainya. Begitu pun dalam mengelola emosi, perilaku anak jelas berbeda-beda. Pengendalian emosi yang bermacam-macam itu terbentuk berdasarkan bagaimana cara orang tua membimbing anaknya dalam mengungkapkan perasaan emosinya. Anak yang mengendalikan emosinya dengan baik, pada umumnya akan diterima oleh lingkungannya dengan baik pula.
Pengendalian Emosi
Menurut Hurlock (dalam Mulyadi, 2004 : 23) pengendalian emosi sangatlah penting jika orang tua menginginkan anaknya mampu berkembang secara normal setidaknya ada dua alasan mengapa pengendalian emosi penting bagi anak. Pertama, masyarakat mengharapkan anak untuk mulai belajar mengendalikan emosi dan masyarakat menilai apakah anak berhasil melakukannya. Anak akan mempelajari ekspresi emosi yang dapat diterima oleh kelompok bergaulnya dan mana yang tidak diterima oleh kelompok bergaulnya. Dengan demikian, anak hanya akan menampilkan ekspresi yang diterima kelompok. Kedua, pola ekspresi emosi termasuk amarah telah dipelajari oleh anak sejak kecil. Semakin dini anak belajar mengendalikan emosinya, semakin mudah pula anak mengendalikan emosinya di masa yang akan datang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 543) pengendalian, yaitu: (a) proses, cara perbuatan mengendalikan; pengekangan, (b) pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan. Selanjutnya, Sarwono (1976: 51) mengemukakan bahwa emosi merupakan keadaan pada diri seseorang yang disertai dengan warna efektif, baik pada tingkat yang lemah (dangkal) maupun pada tingkat yang kuat (mendalam).
Menurut Novita (dalam Aisyah, 2007: 9.19) ada beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa kanak-kanak, sebagai berikut:
a. Takut
Takut adalah perasaan yang mendorong individu untuk menjauhi sesuatu dan sedapat mungkin menghindari kontak dengan hal itu. Menurut Helen Ross (dalam Simanjutak, 1984) perasaan takut adalah suatu perasaan yang hakiki dan erat hubungannya dengan upaya mempertahankan diri.
b. Marah
Marah merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang lain, diri sendiri atau objek tertentu yang diwujudkan dalam bentuk verbal (kata-kata kasar/makian) atau nonverbal (mencubit, memukul, merusak dan lain-lain). Emosi marah terjadi pada saat individu merasa dihambat, frustasi karena tidak mencapai yang diinginkan, dicerca orang, diganggu atau dihadapkan pada suatu tuntutan yang berlawanan dengan keinginannya.
c. Gembira
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan, yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan atau kebahagiaan. Faktor yang sangat mempengaruhi yaitu kesehatan. Biasanya kegembiraan disebabkan oleh hal-hal yang bersifat tiba-tiba (surprise) dan kegembiraan biasanya bersifat sosial, yaitu melibatkan orang-orang lain di sekitar orang yang sedang gembira tersebut.
d. Sedih
Anak-anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintai atau dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang, atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak mengungkapkan kesedihanya dengan menangis dan dengan kehilangan minat terhadap berbagai kegiatan normalnya, termasuk makan.
e. Cemburu
Kecemburuan adalah bentuk khusus dari kekhawatiran yang disadari oleh kurang adanya keyakinan terhadap diri sendiri dan ketakutan akan kehilangan kasih sayang dari seseorang.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Anak
Pengaruh Keadaan Individu Sendiri
Menurut Hurlock (dalam Nugraha, 2007: 4.5) keadaan diri individu seperti usia, keadaan fisik, inteligensi, peran seks dapat dipengaruhi perkembangan emosi. Hal yang cukup menonjol terutama berupa cacat tubuh ataupun yang dianggap oleh diri anak sebagai sesuatu kekurangan pada dirinya dan akan sangat mempengaruhi perkembangan emosinya. Kadang-kadang juga berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Dalam kondisi ini perilaku-perilaku umum yang biasanya muncul adalah mudah tersinggung, merasa rendah diri atau menarik diri dari lingkungannya dan lain-lain.
Dampak yang muncul pada anak akibat keadaan dirinya tersebut, pada tingkatan tertentu akan menjadi sangat membahayakan, terutama pada saat anak mengidentifikasi diri dan menemukan bahwa hal tersebut merupakan faktor nyata yang dianggap dapat merendahkan dirinya dalam lingkungannya. Hal tersebut akan semakin mempengaruhi jika lingkungan secara nyata menghindari dirinya dan memberikan reaksi penolakan. Tindakan preventif yang utama adalah membangun kesadaran bahwa kekurangan yang utama adalah suatu kewajaran, dan semua anak atau orang yang pasti memiliki kekurangan, hanya yang berbeda adalah letak dan bagian mana kekurangan itu berada. Jika kesadaran terbangun maka harus diikuti dengan membangkitkan semangat anak untuk berperan kembali di dalam lingkungannya, bahkan diarahkan untuk dapat berpartisipasi serta berkompetisi sesuai dengan kemampuan dan keberadaan dirinya.
Dengan berbekal kesabaran dan tanggung jawab, seorang guru ataupun orang tua sebagai pihak yang harus membantu pertumbuhan dan perkembangan anak, haruslah menjalani treatment tersebut dengan penuh kesadaran. Seringkali guru atau orang tua merasa terlambat melakukan pencegahan terhadap perilaku emosi yang negatif, maka hal yang perlu dilakukan adalah mengenali secara teliti perbuatan yang menyimpang, serta melakukan pencatatan dan rekaman tertulis yang menandai. Jika guru atau orang tua mengenali gejalanya dan memiliki kesanggupan untuk menanganinya maka lakukanlah segera sebelum penyimpangan emosi melekat pada anak menjadi jauh lebih parah.
Konflik-konflik dalam Proses Perkembangan
Di dalam menjalani fase-fase perkembangan, tiap anak harus melalui beberapa macam konflik yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses, tetapi ada juga anak yang mengalami gangguan atau hambatan dalam mengahadapi konflik-konflik ini. Anak yang tidak dapat mengatasi konflik-konflik tersebut biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi. Konflik ini dapat timbul dari diri anak sendiri atau dari orang terdekat dengan anak.
Sebab-sebab yang Bersumber dari Lingkungan
Anak-anak hidup dalam 3 macam lingkungan yang mempengaruhi perkembangan emosi dan kepribadiannya. Apabila pengaruh dari lingkungan ini tidak baik maka perkembangan kepribadiannya akan terpengaruh juga. Menurut Setiawan (dalam Nugraha, 2007: 4.7) ketiga faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan emosi anak-anak usia prasekolah. Bahkan secara lebih khusus, keluarga dapat menjadi emotional security (pengendali emosi) pada tahap awal perkembangan anak. Jika secara umum ekspresi emosi anak cenderung ditolak oleh lingkungannya maka hal-hal tersebut memberi isyarat bahwa emotional security yang anak dapatkan dari keluarganya kurang memadai.
Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam keluargannya maka di lingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula, anak dapat belajar dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungan barunya itu. Namun, jika pertumbuhan dan belajar anak dalam keluarga tidak memadai maka penyesuaian emosi berikutnya juga akan terhambat bahkan mungkin mendapat beberapa gangguan.
b. Lingkungan Sekitar
Kondisi lingkungan di sekitar anak akan sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta perkembangan emosi dan pribadi anak. Berbagai stimulus yang bersumber dari lingkungan sekitarnya akan dapat memicu anak dalam berekspresi. Frekuensi dan intensitas ekspresi anak akan sangat ditentukan oleh kadar stimulus yang diterimannya. Kondisi lingkungan yang dapat mempengaruhi emosi pada anak bahkan mungkin mengganggunya adalah sebagai berikut: (1) daerah yang terlalu padat, (2) daerah yang memiliki angka kejahatan tinggi, (3) kurangnya fasilitas rekreasi, (4) tidak adanya aktivitas-aktivitas yang diorganisasi dengan baik untuk anak.
c. Lingkungan Sekolah
Sekolah mempunyai tugas membantu anak-anak dalam perkembangan emosi dan kepribadiannya dalam suatu kesatuan, tetapi sekolah sering juga menjadi penyebab timbulnya gangguan emosi pada anak. Kegagalan di sekolah sangatlah berpengaruh terhadap kehidupan emosi anak.
Lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan gangguan emosi yang menyebabkan terjadinya gangguan tingkah laku pada anak adalah sebagai berikut: (1) hubungan yang kurang harmonis antara guru dan anak, (2) hubungan yang kurang harmonis dengan teman-temannya.
Orang terdekat anak di lingkungan sekolah adalah guru dan teman. Pada umumnya banyak anak yang mengidolakan dan mencontoh apa yang dilakukan gurunya. Anak lebih menurut dan mau melaksanakan tugas yang diberikan gurunya daripada mengikuti hal-hal yang dianjutkan orang tuanya. Sedangkan teman bagi anak adalah tempat saling berbagai tugas, saling berbagi peran, dan saling berbagi kesibukan. Apabila hubungan anak dengan guru dan teman kurang harmonis, maka ini akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Anak kecewa karena guru idolanya memperhatikan anak yang lain, sedangkan hubungannya dengan teman mulanya baik karena terjadi permusuhan rasa yang tadinya senang berubah jadi benci.
Peran Orang Tua dan Guru Terhadap Perkembangan Emosi Anak
Pengaruh Orang Tua dalam Membentuk Perkembangan Emosi Anak
Ikatan batin yang terjalin antara orang tua dengan anak begitu penting artinya dalam perkembangan anak. Kasih orang tua kepada anak berperan besar untuk membantu perkembangan anaknya terutama secara mental dan emosional. Menurut Goleman (dalam Gottman, 2003: 2) kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi.
Kemampuan untuk mengelola emosi setiap anak pun berbeda-beda bergantung usia, penyebab, latar belakang keluarga, serta kondisi psikologis saat stimulasi terjadi. Untuk mengendalikan emosinya, seorang anak juga perlu untuk belajar. Kemampuan mengelola emosi setiap anak perlu dilatih dan kemampuan anak untuk mengungkapkan perasaannya bergantung pada lingkungan sosial atau budaya di tempat anak dibesarkan. Ada anak yang berani mengungkapkan rasa marahnya, sementara anak lain mungkin takut mengungkapkanya. Hal itu bergantung dari hubungan timbal balik antara orang tua dengan anak dan anak dengan orang lain. Seorang anak yang tumbuh dalam keluarga yang terbiasa mengungkapkan dan membahas perasaan secara terbuka akan lebih mudah pula mengembangkan perbendaharaan kata untuk mengkomunikasikan perasaannya. Sementara itu, keluarga yang terbiasa menekan perasaan dan menganggap ungkapan marah adalah hal yang negatif akan membuat anak enggan dan merasa tidak nyaman untuk mengungkapkan perasaannya.
Anak-anak adalah peniru yang paling baik sehingga orang tua haruslah menjadikan model utama dan paling dekat dalam kehidupan anak. Apabila orang tua tak mampu mengendalikan diri dan emosi dengan baik maka sukar untuk mengharapkan anak mengendalikan diri. Selain mencoba mengendalikan diri sendiri saat bertingkah laku di depan anak-anak, orang tua juga harus mendorong anak untuk berperilaku secara positif. Tunjukkanlah bagaimana cara orang dewasa mengatasi kemarahan dan kekecewaan dengan sikap tenang, karena orang tua adalah contoh terbaik bagi anak-anaknya.
Menurut Reynold (dalam Nugraha, 2007: 11.7) beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan emosi adalah sebagai berikut:
a. Latar belakang keluarga yang kasar, di mana kebiasaan kehidupan keluarga ini selalu menggunakan cara-cara kasar dalam menyelesaikan masalahnya, seperti menendang, mencaci, memukul, berkelahi, dan lain sebagainya.
b. Perasaan tertolak secara fisik ataupun emosional oleh pihak orang tua. Anak yang tidak diinginkan biasanya merasakan perasaan ini.
c. Orang dewasa yang belum dewasa dan memiliki kematangan yang cukup untuk melakukan pengasuhan anak.
d. Kehilangan terlalu dini untuk merasakan kedekatan dengan orang yang disayangi. Misalnya, perceraian orang tua atau yatim piatu sejak kecil dan tidak memiliki orang tua pengganti yang mengasuhnya.
e. Orang tua yang tidak mampu mencintai anaknya, disebabkan orang tuanya pun tidak pernah merasakan kasih sayang.
f. Perasaan cemburu yang berlebihan dan tidak ditangani dengan baik, pada waktu anak mendapatkan adik baru dan merasa kehilangan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya.
g. Situasi baru di mana anak belum siap dalam menghadapi dan tidak menemukan pasangan yang cocok untuk menemaninya.
h. Mendapat gertakan, gangguan dan ketidakramahan dari anak yang lain.
i. Cacat fisik atau memiliki postur tubuh yang berbeda dengan anak lain, jika tidak ditangani dengan baik dapat menjadi gangguan emosional.
Dengan demikian dapat disadari bahwa betapa pentingnya pengaruh keluarga dalam membentuk perkembangan emosi anak terutama orang tua. Orang tua harus memberikan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak supaya emosi anak berkembang dengan baik.
Peran Guru dalam Pengembangan atau Pembelajaran Emosi pada Anak
Terdapat lima cara/ strategi pengembangan emosi pada anak , yaitu:
a. Kemampuan untuk mengenali emosi diri
Untuk membantu mengenali emosi anak, dapat dilakukan dengan cara mengajarkan anak untuk memahami perasaan-perasaan yang dialaminya. Orang tua ataupun guru dapat mengajak anak untuk mendiskusikan mengenai berbagai emosi yang dirasakan berdasarkan pengalamannya. Misalnya mengarahkan rasa amarah anak dengan suatu kegiatan bermain.
b. Kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi secara tepat
Anak dapat dibiasakan untuk berfikir realiatis sehingga anak dapat menanggapi suatu kejadian dengan perilaku yang tepat. Anak diajak untuk meredakan emosi marah atau kecewa dengan cara mengalihkan emosi itu pada kegiatan lain yang berarti, misalnya menggambar.
c. Kemampuan untuk memotivasi diri
Pengembangan kemampuan untuk memotivasi diri didorong oleh kemampuan anak dalam menyelesaikan masalah. Oleh sebab itu, orang tua dan guru diharapkan tidak mengabaikan kemampuan anak untuk belajar banyak dan orang tua dan guru perlu mananamkan optimisme pada anak.
d. Kemampuan untuk memahami perasaan orang lain
Untuk mengembangkan keterampilan anak dalam memahami perasaan orang lain maka upaya pengembangan empati dan kepedulian terhadap orang lain menjadi sangat penting. Anak sebaiknya mendapatkan pengalaman langsung dalam kehidupan nyata untuk merasakan perasaan tersebut.
e. Kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain
Latihlah anak untuk bergabung dengan anak yang lain, bermain kelompok, dan melakukan kerjasama.
Peran guru terhadap perkembangan emosi anak sangat penting setelah orang tua, sehingga peran guru juga sangat menentukan dalam perkembangan anak. Untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang kondusif dalam rangka mengembangkan emosi, guru dapat melakukan pengembangan emosi melalui pembiasaan sejak dini.
Kerjasama antara Orang Tua dan Guru dalam Perkembangan Emosi Anak
Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya di rumah. Orang tua bertanggung jawab untuk mendidik atau mengasuh anak-anaknya agar menjadi dewasa, berkelakuan baik, memahami nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dan memiliki wawasan yang luas. Di samping itu orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anak agar anak mampu menjalani kehidupan. Sedangkan sekolah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan membimbing anak-anak di sekolah, memberikan pengajaran dan pendidikan kepada anak sesuai dengan kurikulum. Orang tua dan guru merupakan orang-orang yang paling penting dalam menunjang perkembangan anak.
Program kerjasama orang tua dengan guru, akan membuka kekakuan komunikasi dan kebutuhan komunikasi rumah dengan sekolah. Dengan program itu, akan saling terbuka wawasan dan pemahaman tentang pentingnya menangani anak secara bersama-sama. Mulusnya komunikasi rumah dan sekolah merupakan suatu yang sangat membantu, baik bagi pelayanan anak maupun baik kesuksesan program sekolah.
Menurut Nugraha (2007: 12.21) kerjasama antara guru dan orang tua dapat berupa:
a. Guru mengadakan dialog dan pertemuan dengan orang tuanya.
b. Guru dapat melibatkan orang tua dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan usaha mendukung perkembangan anak.
c. Guru dapat melakukan kunjungan ke rumah anak didik
d. Orang tua dapat terlibat secara langsung dalam membantu proses pembelajaran kelas.
Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat kerjasama antara guru dan orang tua sebagai berikut:
a. Faktor pendukung
1) Orang tua peduli terhadap pendidikan anak
Kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak membuat orang tua selalu merasa ingin tahu mengenai perkembangan anaknya. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan anak karena orang tua dan guru dapat bersama-sama mencari jalan keluar untuk mendukung perkembangan anak.
2) Sekolah bersifat terbuka dalam menerima masukan dari orang tua
Sekolah adalah lembaga formal yang diserahi tanggung jawab untuk mendidik oleh orang tua, tetapi dalam operasionalnya orang tua dapat dilibatkan dalam proses pembelajaran karena selain di sekolah anak juga mendapat pendidikan di rumah yang diberikan oleh orang tua.
b. Faktor penghambat
1) Orang tua sibuk bekerja
Orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada guru di sekolah dan meyerahkan anak pada anggota menghambat komunikasi secara langsung antara orang tua dan guru sehingga guru tidak dapat memberikan informasi mengenai perkembangan anak kepada orang tua.
2) Guru kurang dapat mengkomunikasikan perkembangan anak
Guru mengalami kesulitan dalam penyampaian mengenai perkembangan anak sehingga ini menjadi awal suatu permasalahan antara guru dan orang tua karena orang tua salah dalam menafsirkan pesan/penyampaian dari guru.
Peran Guru dalam Mengendalikan Emosi Anak Usia Dini
Guru sangat berperan penting dalam menunjang perkembangan anak selain orang tua. Begitu pun dalam mengendalikan emosi peran guru sangat dibutuhkan. Peran orang tua digantikan oleh guru dalam menangani emosi anak apabila anak sudah masuk dalam lingkungan sekolah. Seorang guru menjadi pendidik yang berarti, sekaligus menjadi pembimbing dalam hal menuntut anak didiknya dalam perkembangan yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Dalam mengendalikan emosi anak, guru juga harus melihat latar belakang keluarga anak. Apabila dalam keluarga orang tua tidak mampu mengendalikan emosi dengan baik maka sukar untuk mengharapkan anak mengendalikan emosi dengan baik pula. Dan hal ini akan dibawa anak sampai di lingkungan sekolah. Sehingga tugas gurulah untuk membantu orang tua dalam mengendalikan emosi anak.
Emosi yang pada umumnya terjadi pada anak yaitu emosi takut, marah, gembira, sedih, dan cemburu. Guru dapat melakukan beberapa cara untuk mengendalikan emosi tersebut.
1. Cara Guru Mengendalikan Emosi Takut pada Anak
Takut adalah salah satu bentuk emosi yang mendasar pada manusia, dan mendorongannya untuk bertingkah laku. Anak memang harus memiliki rasa takut agar anak tahu bahwa ada situasi tertentu di mana anak harus lebih waspada dan berhati-hati.
Menurut Surana, yang dikutip dalam www.balitacerdas.com. cara mengatasi rasa takut pada anak, yaitu:
a. Hargai rasa takut anak dan beri anak rasa aman.
b. Jangan jadikan rasa takut anak sebagai bahan ancaman.
c. Ajari anak secara bertahap mengenali dan menghilangkan rasa takutnya.
d. Bacakan buku cerita yang memuat cerita tentang anak yang dapat mengatasi rasa takutnya.
Rasa takut memang harus dimiliki setiap anak agar anak lebih waspada terhadap hal yang membahayakan. Tetapi apabila rasa takut sudah berlebihan akan mempengaruhi perkembangan anak juga. Maka dibutuhkan peran guru dalam mengatasi rasa takut tersebut.
2. Cara Guru Mengendalikan Emosi Marah pada Anak
Rasa marah pada anak disebabkan karena apa yang anak inginkan tidak tercapai, diganggu, atau diharapkan pada suatu tuntutan yang berlawanan dengan keinginannya. Cara guru mengatasi rasa marah tersebut, yaitu dengan: (a) tenangkan si anak, (b) jangan ikutan marah, (c) ajarkan cara marah yang baik, dan (d) guru harus tetap memegang kendali.
Jadi, jika memang anak meminta sesuatu yang di luar toleransi, guru harus tegas mengatakan “Tidak”. Jika anak menjadi marah dan mulai memukul ataupun melakukan tindakan lain yang membahayakan, bawalah anak ke tempat yang lebih aman hingga anak menjadi tenang. Selama anak tenang, jangan memberikan nasehat atas tindakannya, tetapi fokuskan hanya untuk menenangkan dirinya. Tentunya guru mengatakannya tanpa emosi ataupun memarahinya.
3. Cara Guru Mengendalikan Emosi Gembira Pada Anak
Bila guru melihat anak sedang bergembira, maka ikutlah bergembira bersamanya. Keikutsertaan guru dalam kegembiraannya sangat berarti bagi anak. Menurut Risma (2005: 83) ada banyak cara agar anak merasa gembira, beberapa di antaranya yaitu: (a) libatkan diri dalam permainan anak, (b) pupuk saling percaya, dan (c) biarkan anak unjuk kemampuan.
Apabila anak sedang gembira, biarkan anak menunjukkan rasa gembiranya dengan cara yang anak inginkan, bila anak sedang bersedih, guru harus membuat anak gembira karena gembira adalah emosi yang menyenangkan.
4. Cara Guru Mengendalikan Emosi Sedih pada Anak
Rasa sedih adalah salah satu bentuk emosi yang menyakitkan. Pada umumnya, anak mengekspresikan rasa sedihnya dengan tangisan. Akan tetapi terlalu banyak mengalami kesedihan juga akan berdampak buruk bagi perkembangan psikologisnya. Cara guru mengatasi emosi sedih pada anak di antaranya, yaitu: (a) cari sumber kesedihan anak, (b) alihkan perhatian anak, (c) gunakan objek pengganti, dan (d) ajarkan anak belajar tegar.
Kesedihan adakalanya dijadikan anak sebagai senjata untuk mencari perhatian guru. Guru harus bisa membedakan kesedihan anak, apakah anak benar-benar bersedih atau hanya mencari perhatian saja.
5. Cara Guru Mengendalikan Emosi Cemburu pada Anak
Rasa cemburu anak biasanya timbul apabila anak merasa khawatir akan kehilangan kasih sayang dari orang terdekatnya. Di sekolah anak merasa cemburu apabila perhatian gurunya berpindah ke anak yang lain, sehingga anak merasa tidak diperhatikan lagi. Cara untuk mengatasi rasa cemburu tersebut bisa melalui dengan memberikan pengertian kepada anak bahwa guru menyayangi semua anak tanpa dibeda-bedakan dan bisa juga dengan guru memberikan pengertian kepada anak bahwa bukan hanya anak tersebut yang hanya diperhatikan tetapi anak lain juga perlu diperhatikan.
Dari uraian di atas maka diketahui bahwa peran guru dalam mengendalikan emosi anak sangatlah penting sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari semua faktor yang mempengaruhi emosi anak, keluargalah yang paling penting. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan emosi anak. Jika emosi anak tumbuh dengan baik melalui pembelajaran yang baik dalam keluarganya maka di lingkungan berikutnya anak akan tumbuh dengan baik pula dan anak dapat diterima di lingkungan barunya itu, sehingga betapa besar pengaruh keluarga pada perkembangan emosi anak.
2. Dengan memperoleh kasih sayang, perasaan terlindung dan penerimaan, maka anak akan bertumbuh dengan stabil dan memiliki keberanian membuka diri keluar pada orang lain. Sedangkan anak yang tidak memperoleh kasih sayang akan mengalami ketidakstabilan emosi, sehingga kasih sayang dari orang tua sangat dibutuhkan demi perkembangan emosi anak.
3. Sekolah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan membimbing anak-anak di sekolah. Peran guru juga sangat menentukan dalam perkembangan anak selain orang tua, terutama dalam mengendalikan emosi, karena orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada guru. Peran guru dalam mengendalikan emosi anak akan maksimal apabila guru dan orang tua dapat bekerjasama dalam perkembangan emosi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti, dkk. 2007. Perkembangan dari Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. (Modul 1-9). Jakarta: Universitas Terbuka.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Pustaka.
Etty, Maria. 2003. Menyiapkan Masa Depan Anak. Jakarta: Grasindo.
Gottman, John, dkk. 2003. Kiat-kita Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nugraha, Ali & Rachmawati, Yeni. 2007. Metode Pengembangan Sosial Emosional (Modul 1-12). Jakarta: Universitas Terbuka.
Sarwono, Wirawan, Sarlito, Dr. 1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Peran Guru dalam Mengendalikan Emosi Anak Usia Sekolah Dasar
Diposting oleh Abdul Rohman | | Sabtu, 05 Juni 2010di 03.52 | Label: Artikel, Guru, Makalah
blog comments powered by Disqus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)