Pendidikan Anak |
Berikut ini penulis
paparkan beberapa poin-poin yang harus diperhatikan di dalam mendidik anak:
1. Memenuhi
Hak-Hak Anak
Disebutkan dalam atsar
bahwa diantara hak anak terhadap orang tuanya adalah dididik dengan baik dan
diberi nama yang baik. Umar radiallahu’anhu mengatakan, bahwa diantara
hak anak terahadap orang tuanya adalah diajari baca tulis dan memanah serta
tidak diberi rizki kecuali dengan yang halal dan baik. Diriwayatkan pula oleh
Umar radiallahu’anhu bahwa ia mengatakan, ”Nikahilah wanita yang shalih,
karena unsur keturunan itu berpengaruh”.[1]
2. Menggunakan
Cara Yang Baik Dalam Mendidikan Anak
Setiap anak memiliki
karakteristik kejiwaan yang berebda-beda, kedua orang tua haruslah memahami
perbedaan karakter tersebut, sehingga dia dapat masuk ke dalam jiwa, dan
menyelam ke dalam dunia mereka yang masih bersih dan jernih, untuk selanjutnya
menanamkan nilai-nilai yang tinggi dan sifat-sifat terpuji serta akhlak karimah
dengan menggunakan cara yang baik.
Secara alamiah,
kepribadian seorang ibu sangat dekat dengan anak-anaknya dan mencintai mereka.
Dia pandai menarik hati mereka, sehingga mereka senantiasa membuka jiwa dan
hati bagi sang ibu yang dicintainya. Mereka mengungkapkan berabgai permasalahna
yang dihadapinya, sang ibupun menanggapinya dan berusaha untuk mengatasi dan
mengarahkan mereka serta emngendalikan perasaan mereka, dengan tetap
memperhatikan tingkat pemikiran dan usia mereka. Terkadang dia dia bermain dan
bercanad dengan mereka, dan terkadang juga berbasa-basi dengan mereka sembari
menyampaikan ungkapan-ungkapan yang menyenangkan, lemah lembut dan penuh kasih
sayang. Yang semuanya itu menambah mereka semakin cinta dan sayang kepadanya,
dan tidak merasa bosan mendengarkan arahan dan bimbingannya, sehingga dengan
kesadaran hati mereka menjalankan perintah dan menerapkan nasihatnya. Ada
perbedaan antara ketaan yang sebenarnya yang bersumber dari hati dan yang
berdasarkan atas cinta ksaih, penghormatan, penghargaan dan kepercayaan, dengan
ketaan palsu yang berdasar pada kekasaran, kekerasan, paksaan, dan
ketidakhormatan. Dimana ketaan pertama merupakan ketaan abadi, kuat dan
membuahkan hasil, sedangkan kedua adalah ketaatan temporer dan mandul serta
akan cepat sirna dengan hilangnya kekerasan, kekasaran dan paksaan.[2]
Pernyataan di atas
tidak berarti peran tersebut hanya dipegang oleh seorang ibu, akan tetapi
seorang ayah juga berperan penting dalam memberikan pendidikan secara lemah
lembut dan penuh kasih sayang kepada seorang anak.
Berikut ini adalah
salah satu gambaran kasih sayang Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam kepada
anak kecil yang dengan hal tersebut beliau juga mendidik dan melatih mereka.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, dari hadits Hudzaifah radiallahu’anhu,
beliau berkata:
”Jika kami
menghadiri sebuah jamuan makan bersama Nabi shalallahu’alaihiwasallam, maka
kami tidak akan meletakkan tangan kami pada makanan kecuali jika Rasulullah
shalallahu’alaihiwasallam, memulainya. Pada suatu kesempatan, kami menghadiri
jamuan makan bersama beliau, kemudian datanglah seorang anak wanita seakan-akan
dia didorong[3]sehingga
meletakkan tangannya pada makanan, lalu Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam
mengambil tangannya. Selanjutnya datanglah seorang Arab Badui, seakan-akan dia
didorong lalu Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam mengambil tangannya dan
bersabda, ’Sesungguhnya syaitan akan memakan makanan yang tidak disebutkan
padanya Nama Allah, dan sesungguhnya dia mendorong anak wanita ini agar dia bisa
makan, lalu au memegang tangannya, kemudian dia mendorong seorang Arab badui
agar dia bisa makan, lalu akupun mengambil tangannya. Demi dzat yang jiwaku ada
ditangan-Nya, sesungguhnya tangannya (tangan syaitan) ada pada tanganku beserta
tangannya.”[4]
3. Memberikan
Cinta dan Kasih Sayangnya Kepada Anak
Kedua orang tua yang
benar-benar bertakwa senantiasa menyayangi anak-anaknya, karena memberikan
kasih sayang merupakan moral Islam yang sangat mendasar, yang oleh Rasulullah shallahu’alaihiwasallam
diperintahkan baik melaui ucapan maupun perbuatan.[5]
Dan, kasih sayang ini merupakan akhlak yang paling menonjol, terutama kepada
anak-anak, sebagaimana yang diceritakan Anas Radhiallahu’anhu:
”Aku tidak pernah
melihat seorangpun yang lebih sayang kepada keluarganya selain Rasulullah
shallahu’alaihiwasallam. Pada aat ibrahim hendak dicarikan wanita yang
menyusuinya dari kalangan keluarga Madinah, beliau pergi dan kami bersamanya
allu menciumnya, dan kemudian pulang.[6]
Kasih sayang
Rasulullah shallahu’alaihiwasallam meluas dari tunas-tugas Muslim yang
mekar sampai ke anak-anak kecil yang masih senang bermain. Beliau senantiasa
menanamkan kelembutan dan kasih sayangnya kepada mereka. Sebagaimana
diriwayatkan Anas Radiallahu’anhu bahwa ”Setiap kali Rasulullah
shallahu’alaihiwasallam berjalan melewati anak-anak kecil beliau senyum dan
memberikan salam kepada mereka.”[7]
Rasulullah shallahu’alaihiwasallam
adalah seorang pendidikan besar yang senantiasa berusaha membentuk jiwa supaya
mengalir di dalamnya sumber-sumber kasih sayang, dan membuka saluran-saluran
yang tersumbat supaya mengalir cinta dan kasih sayang yang merupakan ciri utama
dari ciri-ciri khusus manusia.
Lihatlan kasih sayang
penuh kelembutan yang tulus dan rasa hormat yang terjalin antara sebaik-baik
ayah di permukaan bumi ini dan sebaik-baik seorang anak perempuan. Lihatlah
jalinan yang terikat antara Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam dengan
putrinya, Fathimah, salah seorang pemimpin wanita di dalam surga.
Setiap kali Rasulullah
shalallahu’alaihiwasallam, menemuinya, maka dia akan menyambutnya dengan
berdiri dan menciumnya lalu mempersiapkan beliau untuk duduk. Emikian pula yang
dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, karena dialah yang
mengajarkan dan yang membimbingnya. Setiap kali Fathimah datang, maka beliau
akan berdiri, menciumnya dan mempersilahkannya untuk duduk.[8]
Inilah hadits yang
menceritakan kisah tersebut:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud,
at Tirmidzi, An Nasa’i dan yang lainnya dengan sanad yang shahih dari
hadits Ummul Mukminin, ’Aisyah radiallahu’anhu, beliau berkata:
”Tidak pernah aku melihat
seorang yang lebih menyerupai Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, di dalam
rupa, keadaan, dan tingkah laku dari pada Fatimah Karramallahu Wajhaha. Jika
dia datang kepada beliau, maka beliau berdiri menyambutnya, mengambil
tangannya, menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduknya. Dan jika beliau
yang datang kepadanya, maka dia berdiri menyambutnya, mengambil tangannya,
menciumnya dan mendudukannya di tempat duduknya”. [9]
4. Tidak Pilih Kasih
/ Bersikap Adil Dalam Memberikan Kasih Sayang
Sesungguhnya rasa cinta
seseorang kepada sebagian dari anaknya yang melebihi anak lainnya adalah hal
yang wajar dan tidak mengapa selama tidak menimbulkan sikap yang timpang atau
zhalim kepada yang lainnya. Rasa cinta adalah sebuah tabi’at yang diberikan
oleh Allah subhanahuwata’ala ke dalam hati seseorang.
Seorang anak yang shalih,
rajin melakukan sholat, puasa dan selalu ebrbuat baik kepada kedua orang tua
jelas lebih abik daripada seorang anak yang bodoh, selalu ebrbuat maksiat dan
durhaka kepada kedua orang tua. Hanya saja tidak semestinya seorang ayah
menampakkan kecintaannya kepada anak tersebut secara berlebihan kecuali dengan
beberapa alasan, seperti ucapan anda keada anak yang lainnya, ”Ayah
mencintainya kaerna dia rajin sholat dan puasa”. Sikap seperti itu terkadang
menjadi motivasi bagi yang lain agar mengikutinya. Contoh lain adalah ungkapan
Anda, ”saudaramu itu orang baik dan roang yang penuh dengan keutamaan karena ia
tidak pernah menyakiti hati orang lain dan tidak pernah banyak berbicara yang
tidak ada gunannya”. Etagsnya, semua ungkapan itu ditujukan sebagia motivasi
bagi yang lainnya agar melakukan kebaikan seperti yang dilakukan oleh saudara
mereka.[10]
Akan tetapi rasa cinta
tersebut tidak boleh menjadikan orang tua berlaku dzalim kepada anak yang
lainnya dengan menghilangkan hak atau dengan meremehkan mereka, bahkan rasa
cinta yang berlebihan kepada seorang anak tanpa alasan akan menumbuhkan
kecemburuan pada diri anak yang lainnya.
Perlakuan adil anak juga dapat
digambarkan di dalam memberikan hadiah kepada anak-anak, hal ini juga
dijelaskan di dalam sebuah Hadits An Nu’man bin Basyir radiallahu’anhu,
beliau berkata:
أَعْطَانِي أَبِي عَطِيَّةً فَقَالَتْ عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أَعْطَيْتُ ابْنِي مِنْ عَمْرَةَ بِنْتِ رَوَاحَةَ عَطِيَّةً فَأَمَرَتْنِي أَنْ أُشْهِدَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَعْطَيْتَ سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا قَالَ لَا قَالَ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ قَالَ فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ
An Nu'man bin Basyir radliallahu 'anhuma berkhutbah diatas mimbar, katanya: "Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka 'Amrah binti Rawahah berkata; "Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Maka bapakku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Aku memberi anakku sebuah hadiah yang berasal dari 'Amrah binti Rawahah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada anda, wahai Rasulullah". Beliau bertanya: "Apakah semua anakmu kamu beri hadiah seperti ini?". Dia menjawab: "Tidak". Beliau bersabda: "Bertaqwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-anak kalian". An-Nu'man berkata: "Maka dia kembali dan Beliau menolak pemberian bapakku".[11]
Bertolak dari hal di atas orang tua yang bertakwa dan cerdas serta
berbuat adil kepada semua anaknya tidak akan pernah mengutamakan salah satu
dari anaknya atas anaknya yang lain, baik itu dalam memberikan uang jajan,
hadiah atau dalam memberikan kasih saying kepadanya. Dengan demikian, hati
mereka semua akan senantiasa terbuka untuknya dan lidahnya selalu basah
memanjatkan doa bagi kedua orang tua serta akan senantiasa berbakti, menghargai
dan menghormati orang tua.
5. Tidak Mendo’akan
Kejelekan Bagi Anak
Jauhilah mendo’akan kejelekan
untuk anak-anak Anda. Karena ditakutkan do’a tersebut bertepatan dengan waktu
dikabulkannya do’a, sehingga do’a tersebut dikabulkan oleh Allah, dan akhirnya
Anda menyesali akibat perbuatan anda.
Diriwayatkan di dalam Shohih
Muslim, dalam hadits yang panjang dari Jabir Radiallahu’anhu,
sesungguhnya seseorang berkata kepada untanya:
شَأْ لَعَنَكَ اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ هَذَا اللَّاعِنُ بَعِيرَهُ قَالَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ
انْزِلْ عَنْهُ فَلَا تَصْحَبْنَا بِمَلْعُونٍ لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ
وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا
تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
Hus, semoga Allah melaknatmu. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
Salam bertanya: "Siapa yang melaknat untanya itu?" ia menjawab: Saya,
wahai Rasulullah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda:
"Turunlah, jangan menyertai sesuatu yang terlaknat. Janganlah kalian
mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak
kalian, jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian. Jangan sampai
kalian berdo’a, bertepatan dengan saat dimana permohonan kepada Allah
dikabulkan, sehingga permohonan kalianpun dikabulkan.[12]
6.
Mewaspadai Segala Hal Yang
Mempengaruhi Pembentukan Dan Pembinaan Anak
Orang tua yang bertakwa akan selalu memberikan perhatian kepada
anak-anaknya baik itu dalam hal tingkah laku, aktivitas, dan hobinya,
mengetahui apa yang mereka baca dan apa yang mereka tulis, juga teman-teman
mereka dan kemana mereka pergi. Semua itu diketahuinya dengan tidak menjadikan
anak merasa diawasi. Apabila dia mendapatkan mereka melakukan penyimpangan,
baik dalam hal pendapat, pandangan maupun hobi, atau ketergantungan pada teman
yang berperangai buruk, suka pergi ke tempat-tempat maksiat, mempunyai
kebiasaan berbahaya seperti, merokok dan lain-lainnya, bermain-mainan yang
dilarang karena bertentangan dengan akhlak seorang muslim, membuang-buang waktu
dan tenaga, maka hendaknya kedua orang tua segera meluruskan penyimpangan
tersebut dan mengarahkan ke jalan yang beanr dengan cara lemah lembut, bijak
dan penuh kasih saying.[13]
7.
Menanamkan Akhlakul Karimah
Pada Anak
Orang tua yang benar-benar sadar akan senantiasa menanamkan akhlakul
karimah (akhlak terpuji) ke dalam diri anak-anaknya, berupa cinta kasih kepada orang
lain, menyambug silaturahmi, membantu orang-orang lemah, menghormati orang tua,
menyayangi anak kecil, jujur dalam ucapan dan perbuatan, menepati janji, adil
dalam mengambil keputusan, dan lain sebagainya yang termasuk akhlak terpuji.[14]
Orang tua yang cerdas pasti akan mengetahui bagaimana menyusup ke dalam
jiwa anak yang paling tersembunyi lalu menanamkan sifat-sifat mulia dan akhlak
terpuji tersebut, dengan menggunakan cara yang baik dan tepat dan dengan
memberikan suri teladan yang baik, bergaul dan memperlakukan dengan baik, penuh
kelembutan, persamaan, keadilan serta memberikan nasihat dan bimbingan, lemah
lembut tetapi tidak terlihat lemah, tegas tetapi tidak terlihat sadis. Selain
itu, juga mengajarkan berdiskusi dan tukar pikiran dengan cara yang tidak menjemukan.
Dengan demikian itu anak-anak akan tumbuh secara normal dengan menunjukkan
kedewasaan, wawasan yang luas, pemikiran matang, shalih, berbakti, dan mampu
memberikan sumbangan yang dibutuhkan, dan siap membangun kehidupannya. [15]
Sehingga pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua itu akan menghasilkan
buah yang manis. Karena sesungguhnya kedua orang tua adalah madrasah (sekolah)
pertama dalam pendidikan bangsa, dan dia adalah guru pertama bagi
generasi-generasi cerdas.
[3]
Maksudnya adalah seakan-akan seseorang telah mendorongnya. Hal
ini karena ada sesuatu yang mendorongnya.
[4] HR.
Muslim (no. 2017)
[5]
Muhammad Ali Al Hasyimi, Op Cit., h. 205
[12] HR.
Muslim (no. 3009)
[14]
Ibid., h. 213