Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Mendidik Seorang Anak (Bag. Pembahasan Point D)

| | Minggu, 25 November 2012
|

Pendidikan Anak
Kedua orang tua merupakan pendidik bagi anak-anak mereka, keduanyalah yang akan mencetak generasi-generasi penerus sesuai dengan apa-apa yang ia ajarkan kepada anaknya, seorang ayah adalah pemimpin bagi penghuni rumahnya, maka dia akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dia pimpin. Demikian pula seorang istri, dia adalah pemimpin di dalam rumahnya dan akan diminta pertangung jawaban atas aa yang ia pimpin. Oleh karena itu sangatlah penting bagi kedua orang tua untuk mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan di dalam mencetak generasi penerus yang dicintai oleh Allah.
Berikut ini penulis paparkan beberapa poin-poin yang harus diperhatikan di dalam mendidik anak:
1.      Memenuhi Hak-Hak Anak

Disebutkan dalam atsar bahwa diantara hak anak terhadap orang tuanya adalah dididik dengan baik dan diberi nama yang baik. Umar radiallahu’anhu mengatakan, bahwa diantara hak anak terahadap orang tuanya adalah diajari baca tulis dan memanah serta tidak diberi rizki kecuali dengan yang halal dan baik. Diriwayatkan pula oleh Umar radiallahu’anhu bahwa ia mengatakan, ”Nikahilah wanita yang shalih, karena unsur keturunan itu berpengaruh”.[1]

2.      Menggunakan Cara Yang Baik Dalam Mendidikan Anak
Setiap anak memiliki karakteristik kejiwaan yang berebda-beda, kedua orang tua haruslah memahami perbedaan karakter tersebut, sehingga dia dapat masuk ke dalam jiwa, dan menyelam ke dalam dunia mereka yang masih bersih dan jernih, untuk selanjutnya menanamkan nilai-nilai yang tinggi dan sifat-sifat terpuji serta akhlak karimah dengan menggunakan cara yang baik.
Secara alamiah, kepribadian seorang ibu sangat dekat dengan anak-anaknya dan mencintai mereka. Dia pandai menarik hati mereka, sehingga mereka senantiasa membuka jiwa dan hati bagi sang ibu yang dicintainya. Mereka mengungkapkan berabgai permasalahna yang dihadapinya, sang ibupun menanggapinya dan berusaha untuk mengatasi dan mengarahkan mereka serta emngendalikan perasaan mereka, dengan tetap memperhatikan tingkat pemikiran dan usia mereka. Terkadang dia dia bermain dan bercanad dengan mereka, dan terkadang juga berbasa-basi dengan mereka sembari menyampaikan ungkapan-ungkapan yang menyenangkan, lemah lembut dan penuh kasih sayang. Yang semuanya itu menambah mereka semakin cinta dan sayang kepadanya, dan tidak merasa bosan mendengarkan arahan dan bimbingannya, sehingga dengan kesadaran hati mereka menjalankan perintah dan menerapkan nasihatnya. Ada perbedaan antara ketaan yang sebenarnya yang bersumber dari hati dan yang berdasarkan atas cinta ksaih, penghormatan, penghargaan dan kepercayaan, dengan ketaan palsu yang berdasar pada kekasaran, kekerasan, paksaan, dan ketidakhormatan. Dimana ketaan pertama merupakan ketaan abadi, kuat dan membuahkan hasil, sedangkan kedua adalah ketaatan temporer dan mandul serta akan cepat sirna dengan hilangnya kekerasan, kekasaran dan paksaan.[2]
Pernyataan di atas tidak berarti peran tersebut hanya dipegang oleh seorang ibu, akan tetapi seorang ayah juga berperan penting dalam memberikan pendidikan secara lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada seorang anak.
Berikut ini adalah salah satu gambaran kasih sayang Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam kepada anak kecil yang dengan hal tersebut beliau juga mendidik dan melatih mereka. Diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya, dari hadits Hudzaifah radiallahu’anhu, beliau berkata:
”Jika kami menghadiri sebuah jamuan makan bersama Nabi shalallahu’alaihiwasallam, maka kami tidak akan meletakkan tangan kami pada makanan kecuali jika Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, memulainya. Pada suatu kesempatan, kami menghadiri jamuan makan bersama beliau, kemudian datanglah seorang anak wanita seakan-akan dia didorong[3]sehingga meletakkan tangannya pada makanan, lalu Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam mengambil tangannya. Selanjutnya datanglah seorang Arab Badui, seakan-akan dia didorong lalu Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam mengambil tangannya dan bersabda, ’Sesungguhnya syaitan akan memakan makanan yang tidak disebutkan padanya Nama Allah, dan sesungguhnya dia mendorong anak wanita ini agar dia bisa makan, lalu au memegang tangannya, kemudian dia mendorong seorang Arab badui agar dia bisa makan, lalu akupun mengambil tangannya. Demi dzat yang jiwaku ada ditangan-Nya, sesungguhnya tangannya (tangan syaitan) ada pada tanganku beserta tangannya.”[4]
3.      Memberikan Cinta dan Kasih Sayangnya Kepada Anak
Kedua orang tua yang benar-benar bertakwa senantiasa menyayangi anak-anaknya, karena memberikan kasih sayang merupakan moral Islam yang sangat mendasar, yang oleh Rasulullah shallahu’alaihiwasallam diperintahkan baik melaui ucapan maupun perbuatan.[5] Dan, kasih sayang ini merupakan akhlak yang paling menonjol, terutama kepada anak-anak, sebagaimana yang diceritakan Anas Radhiallahu’anhu:
”Aku tidak pernah melihat seorangpun yang lebih sayang kepada keluarganya selain Rasulullah shallahu’alaihiwasallam. Pada aat ibrahim hendak dicarikan wanita yang menyusuinya dari kalangan keluarga Madinah, beliau pergi dan kami bersamanya allu menciumnya, dan kemudian pulang.[6]
Kasih sayang Rasulullah shallahu’alaihiwasallam meluas dari tunas-tugas Muslim yang mekar sampai ke anak-anak kecil yang masih senang bermain. Beliau senantiasa menanamkan kelembutan dan kasih sayangnya kepada mereka. Sebagaimana diriwayatkan Anas Radiallahu’anhu bahwa ”Setiap kali Rasulullah shallahu’alaihiwasallam berjalan melewati anak-anak kecil beliau senyum dan memberikan salam kepada mereka.”[7]
Rasulullah shallahu’alaihiwasallam adalah seorang pendidikan besar yang senantiasa berusaha membentuk jiwa supaya mengalir di dalamnya sumber-sumber kasih sayang, dan membuka saluran-saluran yang tersumbat supaya mengalir cinta dan kasih sayang yang merupakan ciri utama dari ciri-ciri khusus manusia.
Lihatlan kasih sayang penuh kelembutan yang tulus dan rasa hormat yang terjalin antara sebaik-baik ayah di permukaan bumi ini dan sebaik-baik seorang anak perempuan. Lihatlah jalinan yang terikat antara Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam dengan putrinya, Fathimah, salah seorang pemimpin wanita di dalam surga.
Setiap kali Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, menemuinya, maka dia akan menyambutnya dengan berdiri dan menciumnya lalu mempersiapkan beliau untuk duduk. Emikian pula yang dilakukan oleh Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, karena dialah yang mengajarkan dan yang membimbingnya. Setiap kali Fathimah datang, maka beliau akan berdiri, menciumnya dan mempersilahkannya untuk duduk.[8]
Inilah hadits yang menceritakan kisah tersebut:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at Tirmidzi, An Nasa’i dan yang lainnya dengan sanad yang shahih dari hadits Ummul Mukminin, ’Aisyah radiallahu’anhu, beliau berkata:
”Tidak pernah aku melihat seorang yang lebih menyerupai Rasulullah shalallahu’alaihiwasallam, di dalam rupa, keadaan, dan tingkah laku dari pada Fatimah Karramallahu Wajhaha. Jika dia datang kepada beliau, maka beliau berdiri menyambutnya, mengambil tangannya, menciumnya dan mendudukkannya di tempat duduknya. Dan jika beliau yang datang kepadanya, maka dia berdiri menyambutnya, mengambil tangannya, menciumnya dan mendudukannya di tempat duduknya”. [9]
4.      Tidak Pilih Kasih / Bersikap Adil Dalam Memberikan Kasih Sayang
Sesungguhnya rasa cinta seseorang kepada sebagian dari anaknya yang melebihi anak lainnya adalah hal yang wajar dan tidak mengapa selama tidak menimbulkan sikap yang timpang atau zhalim kepada yang lainnya. Rasa cinta adalah sebuah tabi’at yang diberikan oleh Allah subhanahuwata’ala ke dalam hati seseorang.
Seorang anak yang shalih, rajin melakukan sholat, puasa dan selalu ebrbuat baik kepada kedua orang tua jelas lebih abik daripada seorang anak yang bodoh, selalu ebrbuat maksiat dan durhaka kepada kedua orang tua. Hanya saja tidak semestinya seorang ayah menampakkan kecintaannya kepada anak tersebut secara berlebihan kecuali dengan beberapa alasan, seperti ucapan anda keada anak yang lainnya, ”Ayah mencintainya kaerna dia rajin sholat dan puasa”. Sikap seperti itu terkadang menjadi motivasi bagi yang lain agar mengikutinya. Contoh lain adalah ungkapan Anda, ”saudaramu itu orang baik dan roang yang penuh dengan keutamaan karena ia tidak pernah menyakiti hati orang lain dan tidak pernah banyak berbicara yang tidak ada gunannya”. Etagsnya, semua ungkapan itu ditujukan sebagia motivasi bagi yang lainnya agar melakukan kebaikan seperti yang dilakukan oleh saudara mereka.[10]
Akan tetapi rasa cinta tersebut tidak boleh menjadikan orang tua berlaku dzalim kepada anak yang lainnya dengan menghilangkan hak atau dengan meremehkan mereka, bahkan rasa cinta yang berlebihan kepada seorang anak tanpa alasan akan menumbuhkan kecemburuan pada diri anak yang lainnya.
Perlakuan adil anak juga dapat digambarkan di dalam memberikan hadiah kepada anak-anak, hal ini juga dijelaskan di dalam sebuah Hadits An Nu’man bin Basyir radiallahu’anhu, beliau berkata: 
أَعْطَانِي أَبِي عَطِيَّةً فَقَالَتْ عَمْرَةُ بِنْتُ رَوَاحَةَ لَا أَرْضَى حَتَّى تُشْهِدَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي أَعْطَيْتُ ابْنِي مِنْ عَمْرَةَ بِنْتِ رَوَاحَةَ عَطِيَّةً فَأَمَرَتْنِي أَنْ أُشْهِدَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَعْطَيْتَ سَائِرَ وَلَدِكَ مِثْلَ هَذَا قَالَ لَا قَالَ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ قَالَ فَرَجَعَ فَرَدَّ عَطِيَّتَهُ
An Nu'man bin Basyir radliallahu 'anhuma berkhutbah diatas mimbar, katanya: "Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan). Maka 'Amrah binti Rawahah berkata; "Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Maka bapakku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Aku memberi anakku sebuah hadiah yang berasal dari 'Amrah binti Rawahah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada anda, wahai Rasulullah". Beliau bertanya: "Apakah semua anakmu kamu beri hadiah seperti ini?". Dia menjawab: "Tidak". Beliau bersabda: "Bertaqwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-anak kalian". An-Nu'man berkata: "Maka dia kembali dan Beliau menolak pemberian bapakku".[11]
Bertolak dari hal di atas orang tua yang bertakwa dan cerdas serta berbuat adil kepada semua anaknya tidak akan pernah mengutamakan salah satu dari anaknya atas anaknya yang lain, baik itu dalam memberikan uang jajan, hadiah atau dalam memberikan kasih saying kepadanya. Dengan demikian, hati mereka semua akan senantiasa terbuka untuknya dan lidahnya selalu basah memanjatkan doa bagi kedua orang tua serta akan senantiasa berbakti, menghargai dan menghormati orang tua. 
5.      Tidak Mendo’akan Kejelekan Bagi Anak
Jauhilah mendo’akan kejelekan untuk anak-anak Anda. Karena ditakutkan do’a tersebut bertepatan dengan waktu dikabulkannya do’a, sehingga do’a tersebut dikabulkan oleh Allah, dan akhirnya Anda menyesali akibat perbuatan anda.
Diriwayatkan di dalam Shohih Muslim, dalam hadits yang panjang dari Jabir Radiallahu’anhu, sesungguhnya seseorang berkata kepada untanya:
شَأْ لَعَنَكَ اللَّهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ هَذَا اللَّاعِنُ بَعِيرَهُ قَالَ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ انْزِلْ عَنْهُ فَلَا تَصْحَبْنَا بِمَلْعُونٍ لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
Hus, semoga Allah melaknatmu. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bertanya: "Siapa yang melaknat untanya itu?" ia menjawab: Saya, wahai Rasulullah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Turunlah, jangan menyertai sesuatu yang terlaknat. Janganlah kalian mendoakan keburukan pada diri kalian, jangan mendoakan keburukan pada anak-anak kalian, jangan mendoakan keburukan pada harta-harta kalian. Jangan sampai kalian berdo’a, bertepatan dengan saat dimana permohonan kepada Allah dikabulkan, sehingga permohonan kalianpun dikabulkan.[12]
6.      Mewaspadai Segala Hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Dan Pembinaan Anak
Orang tua yang bertakwa akan selalu memberikan perhatian kepada anak-anaknya baik itu dalam hal tingkah laku, aktivitas, dan hobinya, mengetahui apa yang mereka baca dan apa yang mereka tulis, juga teman-teman mereka dan kemana mereka pergi. Semua itu diketahuinya dengan tidak menjadikan anak merasa diawasi. Apabila dia mendapatkan mereka melakukan penyimpangan, baik dalam hal pendapat, pandangan maupun hobi, atau ketergantungan pada teman yang berperangai buruk, suka pergi ke tempat-tempat maksiat, mempunyai kebiasaan berbahaya seperti, merokok dan lain-lainnya, bermain-mainan yang dilarang karena bertentangan dengan akhlak seorang muslim, membuang-buang waktu dan tenaga, maka hendaknya kedua orang tua segera meluruskan penyimpangan tersebut dan mengarahkan ke jalan yang beanr dengan cara lemah lembut, bijak dan penuh kasih saying.[13]
7.      Menanamkan Akhlakul Karimah Pada Anak
Orang tua yang benar-benar sadar akan senantiasa menanamkan akhlakul karimah (akhlak terpuji) ke dalam diri anak-anaknya, berupa cinta kasih kepada orang lain, menyambug silaturahmi, membantu orang-orang lemah, menghormati orang tua, menyayangi anak kecil, jujur dalam ucapan dan perbuatan, menepati janji, adil dalam mengambil keputusan, dan lain sebagainya yang termasuk akhlak terpuji.[14]
Orang tua yang cerdas pasti akan mengetahui bagaimana menyusup ke dalam jiwa anak yang paling tersembunyi lalu menanamkan sifat-sifat mulia dan akhlak terpuji tersebut, dengan menggunakan cara yang baik dan tepat dan dengan memberikan suri teladan yang baik, bergaul dan memperlakukan dengan baik, penuh kelembutan, persamaan, keadilan serta memberikan nasihat dan bimbingan, lemah lembut tetapi tidak terlihat lemah, tegas tetapi tidak terlihat sadis. Selain itu, juga mengajarkan berdiskusi dan tukar pikiran dengan cara yang tidak menjemukan. Dengan demikian itu anak-anak akan tumbuh secara normal dengan menunjukkan kedewasaan, wawasan yang luas, pemikiran matang, shalih, berbakti, dan mampu memberikan sumbangan yang dibutuhkan, dan siap membangun kehidupannya. [15] Sehingga pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua itu akan menghasilkan buah yang manis. Karena sesungguhnya kedua orang tua adalah madrasah (sekolah) pertama dalam pendidikan bangsa, dan dia adalah guru pertama bagi generasi-generasi cerdas.



[1] Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jaza’iri, Minhajul Muslim, (Jakarta: Darul Hak, 2006). h. 128
[2] Muhammad Ali Al Hasyimi, Op Cit., h. 200
[3] Maksudnya adalah seakan-akan seseorang telah mendorongnya. Hal ini karena ada sesuatu yang mendorongnya.
[4] HR. Muslim (no. 2017)
[5] Muhammad Ali Al Hasyimi, Op Cit., h. 205
[6] HR. Muslim
[7] Mutafaq Alaih
[8] Mushthofa al-‘Adawi, Ensiklopedi Pendidikan Anak, Pustaka Al Inabah, Bogor, h. 217
[9] HR. Abu Dawud (no. 5217), at-Tirmidzi (no. 3872) dan an-Nasa-I (Fadhaailush Shahaabah 264)
[10] Mushthofa al-‘Adawi, Op.Cit,  h. 192
[11] HR.  Bukhori (no. 2587) dan Muslim (no. 1623)
[12] HR. Muslim (no. 3009)
[13] Muhammad Ali Al Hasyimi, Op Cit., h. 212
[14] Ibid., h. 213
[15] Ibid., h. 214.

Artikel Terkait:

blog comments powered by Disqus

Mau Berlangganan Artikel Gratis dari Data File Com?

Tulis Email Anda disini:

Setelah Menekan Berlangganan, Kami Membutuhkan Verifikasi dari Email Anda, Agar Kami Bisa Mengirimkan Postingan Terbaru kami ke Email Anda, Jadi silahkan Cek Inbox Email anda setelah mendaftar, dan Klik Link Verifikasi

By Admin

 
..:A:..
Akhi Abdul
Agha'ku
Pak Haris Setiadji
anggasona-anotherbestblog
..:B:..
Blog_Vaganza
Blog Junaidi
...
..:C:..
...
..:D:..
...
..:E:..
E-One S
...
..:F:..
...
..:G:..
...
..:H:..
...
..:I:..
Imanq
Insurance Finance
...
..:J:..
...
..:K:..
KELPOLOVA
KETEP PASS
...
..:L:..
...
..:M:..
...
..:N:..
Nanie Granger
n66ee
...
..:O:..
...
..:P:..
...
..:Q:..
...
..:R:..
...
..:S:..
STAIN Metro
...
..:T:..
...
..:U:..
Urang Lembur
...
..:V:..
...
..:W:..
Wong Ganteng
...
..:X:..
...
..:Y:..
...
..:Z:..
...
Salam Hangat dariku
::| DFC |::
::|Admin|::

Page Rank
 
Back To Top