Paparan tentang fungsi administrasi pendidikan terutama dalan konteks sekolah perlu dimulai dari tinjauan tentang tujuan pendidikan, dalam hal ini tujuan sekolah menengah. Hal ini disebabkan oleh adanya prinsip bahwa pada dasarnya kegiatan administrasi pendidikan dimaksudkan untuk pencapaian tujuan pendidikan itu. Tujuan itu dicapai dengan melalui serangkaian usaha, mulai dari perencanaan sampai melaksanakan evaluasi terhadap usaha tersebut. Pada dasarnya fungsi administrasi merupakan proses pencapaian tujuan melalui serangkaian usaha itu (Longenecker, 1964). Oleh karena itu, fungsi administrasi pendidikan dibicarakan sebagai serangkaian proses kerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan itu.
1. Tujuan Pendidikan Menengah
Tujuan pendidikan menengah perlu dibicarakan di sini karena alasan sebagai berikut: (a), tujuan pendidikan menengah merupakan jabaran dari tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, pemahaman tentang hubungan keduanya perlu dilakukan, (b) tujuan pendidikan menengah merupakan titik berangkat administrasi pendidikan pada jenjang sekolah menengah, dan (c) tujuan pendidikan menengah itu juga merupakan tolok ukur keberhasilan kegiatan administrasi pendidikan di jcnjang pendidikan itu.
Tujuan institusional sekolah menengah adalah tujuan yang dijabarkan dari tujuan pendidikan nasional. Di dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2, disebutkan bahwa: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang." Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, merupakan undang-undang yang dimaksud dalam UUD 1945 itu. Di dalam UU Nomor 2 Tahun 1989 itu disebutkan bahwa tujuan nasional pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan nasional tersebut kemudian dijabarkan dalam tujuan institusional, yaitu tujuan untuk tiap jenjang pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 adalah peraturan yang mengatur institusi pendidikan menengah. Dalam peraturan pemerintah ter¬sebut dinyatakan bahwa tujuan pendidikan menengah adalah: (a) meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi dan untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian; dan (b) meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitarnya. Di dalam Pasal 3 peraturan tersebut juga disebutkan bahwa pendidikan menengah umum mengutamakan penyiapan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi, pendidikan kejuruan mengutamakan penyiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional, pendidikan menengah keagamaan mengutamakan penyiapan siswa dalam penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan, pendidikan menengah kedinasan mengutamakan peningkatan pegawai negeri atau calon pegawai negeri dalam pelaksanaan tugas kedinasan, dan pendidikan menengah luar biasa diselenggarakan khusus untuk siswa yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
Tujuan sekolah menengah merupakan bagian dari tujuan pendidikan di atas. Di dalam PP No. 29 Tahun 1990 itu, tidak kita temui tujuan dari berbagai jenis sekolah menengah secara rinci. Namun demikian, kita dapat menemukan contoh rincian tujuan sekolah menengah itu di dalam kurikulum sekolah menengah tahun 1975. Sebagai contoh tujuan khusus SMA dalam kurikulum 1975 berdasarkan keputusan Menteri No. 008-E/U/1975) yang untuk keperluan pemahaman sekolah menengah, tujuan ini masih relevan untuk kita kemukakan.
Tujuan itu khusus SMA mencakup bidang pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap. Menurut kurikulum itu, tujuan khusus SMA ialah agar lulusan SMA dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Di bidang pengetahuan:
1) Memiliki pengetahuan tentang agama dan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar kenegaraan dan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
3) Memiliki pengetahuan yang fungsional tentang fakta dan kejadian penting aktual, baik lokal, regional, nasional maupun internasional.
4) Menguasai pengetahuan dasar dalam bidang matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, dan bahasa (khususnya bahasa Indonesia dan bahasa Inggris), serta menguasai pengetahuan lanjutan yang cukup dalam satu atau beberapa dari bidang pengetahuan tersebut di atas.
5) Memiliki pengetahuan tentang berbagai jenis dan jenjang pekerjaan yang ada di masyarakat serta syarat-syaratnya.
6) Memiliki pengetahuan tentang berbagai unsur kebudayaan dan tradisi nasional.
7) Memiliki pengetahuan dasar tentang kependudukan, kesejahteraan keluarga, dan kesehatan.
b. Di bidang keterampilan:
1) Menguasai cara belajar yang baik.
2) Memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan sistematik.
3) Mampu membaca/memahami isi bacaan yang agak lanjut dalam bahasa Indonesia dan bacaan sederhana dalam bahasa Inggris yang berguna baginya.
4) Memiliki keterampilan mengadakan komunikasi sosial dengan orang lain, lisan maupun tulisan, dan keterampilan mengekspresi diri sendiri, lisan maupun tertulis.
5) Memiliki keterampilan olah raga dan kebiasaan olah raga.
6) Memiliki keterampilan sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian.
7) Memiliki keterampilan dalam segi kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan.
8) Memiliki keterampilan dalam bidang kesejahteraan keluarga dan segi kesehatan.
9) Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis keterampilan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungan.
c. Di bidang nilai dan sikap
1) Menerima dan melaicsanakan Pancasila dan Undang-U:pdang. Dasar 1945.
2) Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.
3) Mencintai sesama manusia, bangsa, dan lingkungan sekitarnya.
4) Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa.
5) Memiliki rasa tanggung jawab dalam pekerjaan dan masyarakat.
6) Dapat mengapresiasikan kebudayaan dan tradisi nasional.
7) Percaya pada diri sendiri dan bersikap mahakarya.
8) Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan.
9) Memiliki kesadaran akan disiplin dan patuh pada peraturan yang berlaku bebas dan jujur.
10) Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional, dan objektif dalam memecahkan persoalan.
11) Memiliki sikap hemat dan produktif.
12) Memiliki minat dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap olah raga dan hidup sehat.
13) Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa memandang tinggi rendahnya nilai sosiaU ekonomi masing-masing jenis pekerjaan tersebut dan berjiwa pengabdian pada masyarakat.
14) Memiliki kesadaran menghargai waktu.
Tujuan nasional serta tujuan institusional itu harus selalu dijadikan pedoman sekolah dan guru dalam melaksanakan tugas¬tugasnya. Untuk guru, tujuan-tujuan tersebut perlu dijabarkan lagi ke dalam tujuan yang lebih sempit sehingga dapat dijadikan pedoman operasional dalam mengajar. Berturut-turut institusional itu dijabarkan secara hierarkis menjadi tujuan: (1) kurikuler, (2) instruksional umum, dan (3) instruksional khusus.
Adapun penjelasan masing-masing tujuan itu adalah:
a. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam suatu institusi, misalnya tujuan pengajaran sejarah di sekolah menengah umum.
b. Tujuan instruksional umum, yaitu tujuan suatu pokok bahasan tertentu suatu mata pelajaran dalam suatu tingkat dan dalam suatu jenjang institusi; misalnya tujuan pengajaran sejarah kelas dua sekolah menengah umum.
c. Tujuan instruksional khusus, yaitu tujuan suatu mata pelajaran dalam suatu periode atau unit waktu tertentu dalam suatu tingkat pada jenjang institusi; misalnya tujuan pengajaran sejarah selama tiga minggu masing-masing tiga jam pengajaran di kelas satu sekolah menengah umum.
Untuk memahami tujuan-tujuan ini serta penjabarannya, Anda perlu mempelajari lebih lanjut dalam mata kuliah yang tergabung ke dalam kelompok Mata Kuliah Proses Belajar-Mengajar (MKPBM).
2. Proses sebagai Fungsi Administrasi Pendidikan Menengah
Agar kegiatan dalam komponen administrasi pendidikan menengah dapat berjalan dengan baik dan mencapai tujuan, kegiatan tersebut harus dikelola melalui suatu tahapan proses yang merupakan daur (siklus), mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, pembiayaan, pemantauan, dan penilaian seperti telah disinggung secara garis besar pada bagian terdahulu. Di bawah ini akan diuraikan proses tersebut secara lebih rinci.
a. Perencanaan
Perencanaan adalah pemilihan dari sejumlah alternatif tentang penetapan prosedur pencapaian, serta perkiraan sumber yang dapat disediakan untuk mencapai tujuan tersebut. Yang dimaksud dengan sumber meliputi sumber manusia, material, uang, dan waktu. Dalam perencanaan, kita mengenal beberapa tahap, yaitu tahap: (a) identifikasi masalah, (b) perumusan masalah, (c) penetapan tujuan, (d) identifikasi alternatif, (e) pemilihan alternatif, dan (f) elaborasi alternatif.
Proses perencanaan di sekolah harus dilaksanakan secara kolaboratif, artinya dengan mengikutsertakan personel sekolah dalam semua tahap perencanaan itu. Pengikutsertaan ini akan menimbulkan perasaan ikut memiliki (sense of belonging) yang dapat memberikan dorongan kepada guru dan personel sekolah yang lain untuk berusaha agar rencana tersebut berhasil. Lingkup perencanaan meliputi semua komponen administrasi pendidikan seperti yang telah disebutkan di muka, yaitu perencanaan kurikulum, kemuridan, keuangan, prasarana dan sarana, kepegawaian, layanan khusus, hubungan masyarakat, proses belajar-mengajar (fasilitasnya), dan ketatausahaan sekolah.
Perencanaan pendidikan di pendidikan menengah dapat dibedakan atas beberapa kategori menurut: (a) jangkauan waktunya, (b) timbulnya, (c) besarnya, (d) pendekatan, serta (e) pelakunya.
Menurut jangkauan waktunya, perencanaan di pendidikan menengah dapat dibagi menjadi perencanaan jangka pendek, (perencanaan yang dibuat untuk dilaksanakan dalam waktu seminggu, sebulan sampai dua tahun); perencanaan jangka menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu 3 sampai tujuh tahun; dan perencanaan jangka panjang, yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu 8 sampai 25 tahun. Pembagian waktu ini bersifat kira-kira, dan tiap ahli dapat saja memberikan batas yang berlainan. Jadi pemenggalan waktu ini hanya merupakan ancar-ancar.
Menurut timbulnya, perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan yang berasal dari bawah, misalnya mulai dari guru → kepala sekolah → kantor Departemen P dan K tingkat II → Kantor Wilayah Departemen P dan K → Departemen P dan K; dan yang berasal dari atas, misalnya mulai dari pusat (Departemen P dan K) sampai kepada guru.
Dari sudut besarannya, perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan makro, yaitu perencanaan pada tingkat nasional atau tingkat departemen; perencanaan meso, yaitu pada tingkat direktorat jendral, direktorat atau provinsi sarhpai tingkat kantor departemen kecamatan; dan perencanaan mikro, yaitu yang dilaksanakan pada tingkat sekolah atau kelas.
Menurut pendekatannya, perencanaan dapat dibedakan menjadi perencanaan terpadu, yaitu perencanaan yang menyatukan semua sumber dalam rangka mencapai tujuan serta melihat penggunaan sumber itu dalam kaitannya dengan pengelolaan sekolah secara menyeluruh; dan perencanaan tercerai, yaitu hanya melihat sumber secara terpisah-pisah untuk tujuan tertentu. Di samping itu, juga dapat dibedakan antara perencanaan berdasarkan program, yaitu yang didasarkan atas program yang dibuat secara menyeluruh (komprehensif) dan perencanaan tambal sulam, yaitu perencanaan yang dibuat berdasarkan kecenderungan pengalaman sebelumnya saja, tanpa dilihat adanya kemungkinan perubahan, misalnya diperlukannya program baru atau dihapuskannya program lama. Misalnya, dalam pengembangan kurikulum, isi kurikulum dapat dirombak dan diganti yang baru atau hanya sekadar ditambah di sana-sini pada bagian yang dianggap kurang.
Menurut pelakunya perencanaan dapat dibedakan atas perencanaan individual, yang dilakukan guru secara sendiri-sendiri, perencanaan kelompok, dan perencanaan lembaga, yaitu perencanaan yang berlaku dan dibuat oleh sekolah.
b. Pengorganisasian
Pengorganisasian di sekolah dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses untuk memilih dan memilah orang-orang (guru dan personel sekolah lainnya) serta mengalokasikan prasarana dan sarana untuk menunjung tugas orang-orang itu dalam rangka mencapai tujuan sekolah. Termasuk di dalam kegiatan pengorganisasian adalah penetapan tugas, tanggung jawab, dan wewenang orang-orang tersebut serta mekanisme kerjanya sehingga dapat menjadi tercapainya tujuan sekolah itu.
Ada beberapa hal pokok yang dapat dipedomani dan diperhatikan dalam hubungannya dengan pengorganisasian ini. Seringkali orang menamakan hal pokok tersebut sebagai prinsip. Siagian (1985), mengemukakan prinsip pengorganisasian itu adalah: (a) organisasi itu mempunyai tujuan yang jelas, (b) tujuan organisasi harus dipahami oleh setiap anggota organisasi, (c) tujuan organisasi harus dapat diterima oleh setiap orang dalam organisasi, (d) adanya kesatuan arah dari berbagai bagian organisasi, (e) adanya kesatuari perintah, (f) adanya keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab seseorang dalam melaksanakan tugasnya, (g) adanya pembagian tugas yang jelas, (h) struktur organisasi permanen, (j) adanya jaminan terhadap jabatan-jabatan dalam organisasi itu, (k) adanya balas jasa yang setimpal yang diberiican kepada setiap anggota organisasi, dan (1) penempatan orang yang bekerja dalam organisasi itu hendaknya sesuai dengan kemampuannya.
c. Pengarahan
Pengarahan diartikan sebagai suatu usaha untuk menjaga agar apa yang telah direncanakan dapat berjalan seperti yang dikehendaki. Suharsimi Arikunto (1988) memberikan definisi pengarahan sebagai penjelasan, petunjuk, serta pertimbangan dan bimbingan terhadap para petugas yang terlibat, baik secara struktural maupun fungsional agar pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan lancar.
Kegiatan pengarahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan: (a) melaksanakan orientasi tentang pekerjaan yang akan dilakukan individu atau kelompok, dan (b) memberikan petunjuk umum dan petunjuk khusus, baik secara lisan maupun tertulis, secara langsung maupun tidak langsung (Suharsimi, 1988).
d. Pengkoordinasian
Pengkoordinasian di sekolah diartikan sebagai usaha untuk menyatupadukan kegiatan dari berbagai individu atau unit di sekolah agar kegiatan mereka berjalan selaras dengan anggota atau unit lainnya dalam usaha mencapai tujuan sekolah. Usaha pengkoor¬dinasian dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti: (a) melak¬sanakan penjelasan singkat (briefing), (b) mengadakan rapat ker¬ja, (c) memberikan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, dan (d) memberikan balikan tentang hasil suatu kegiatan.
e. Pembiayaan
Pembiayaan sekolah adalah kegiatan mendapatkan biaya serta mengelola anggaran pendapatan dan belanja pendidikan menengah. Kegiatan ini dimulai dari perencanaan biaya, usaha untuk mendapatkan dana yang mendukung rencana itu, penggunaan, serta pengawasan penggunaan anggaran tersebut.
f. Penilaian
Dalam waktu-waktu tertentu, sekolah pada umumnya atau anggota organisasi sekolah seperti guru, kepala sekolah, dan murid pada khususnya harus melakukan penilaian tentang seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan tercapai, serta mengetahui kekuatan dan kelemahan program yang dilaksanakan. Secara lebih rinci maksud penilaian adalah untuk: (a) memperoleh dasar bagi pertimbangan apakah pada akhir suatu periode kerja pekerjaan tersebut berhasil, (b) menjamin cara bekerja yang efektif dan efisien, (c) memperoleh fakta-fakta tentang kesukaran-kesukaran dan untuk menghindarkan situasi yang dapat merusak, serta (d) memajukan kesanggupan para guru dan orang tua murid dalam mengembangkan organisasi sekolah.
Penilaian dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian atau pengamatan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam lemb'aga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 1988. Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Ditjen Dikti.
Culbertson, J.. 1982. Educational Administration and Planning at a Crossroads in Knowledge Development. Nigeria: University of Ibadan. 1982.
Departemen Dalam Negeri, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan, dan Dep. Keuangan. 1983. Petunjuk Administrasi Program Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1990. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
_______. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Ditjen Dikti. Harris, Ben M.. 1975. Supervisory Behavior in Education. New Jersey: Prentice Hall.
Milstein, M.M. and Belasco, J.A. (Ed.). 1973. Educational Adminis¬tration and the Behavioral Sciences; A System Perspective. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Sondang P. Siagian. 1985. Filsafat Administrasi. Agung. Jakarta: Gunung
http://www.datafilecom.co.cc
Bagi Sobat sekalian yang ingin Men Copy Data di atas saya persilahkan tetapi dengan syarat tidak meninggalkan syarat keilmiahan (Mencantumkan Sumber)
Fungsi Administrasi pendidikan
Diposting oleh Abdul Rohman | | Minggu, 07 November 2010di 20.18 | Label: Administrasi Pendidikan, Artikel, Materi Kuliah
blog comments powered by Disqus
Langganan:
Posting Komentar (Atom)